Metode penelitian kualitatif adalah salah satu mata kuliah yang saya ampu, baik untuk mahasiswa S1, S2 maupun S3. Kalau diingat kembali, saya mulai tertarik lalu menggeluti dunia kualitatif ini sejak masuk menjadi dosen di Fak.Psi.UNAIR, kurang lebih 10 tahun yang lalu. Sebelumnya, selama kuliah S1 dan S2 saya masih ‘setia’ dengan kuantitatif. Pernah memang mendapatkan materinya semasa kuliah S2. Tapi itu masih sebatas perkenalan.
Nah, dari 10 tahun masa ‘learning by doing’ di kampus, dibilang ahli ya jelas tidaklah… Saya hanya suka saja melakukannya, mempelajarinya lebih jauh, menyibak misteri demi misteri dalam keanekaragaman pendekatan yang ada di dalamnya. Meski di kampus saya salah satu yang konsisten menggunakan metode ini, tapi masih ada beberapa dosen senior yang lebih mumpuni pemahamannya. Hanya saja, kebetulan dua minggu yang lalu adalah giliran saya untuk mengisi pendampingan mahasiswa S1 yang sedang mengerjakan skripsi kualitatif. Nah, saya ingin berbagi tentang materi yang saya sampaikan dalam forum “Ngobrol Skripsi” tersebut.
Saya memang tidak mengulang lagi “pelajaran” di mata kuliah kualitatif satu per satu, karena dalam dua jam pertemuan saja tentu tidak memungkinkan waktunya. Saya hanya mengingatkan beberapa hal seperti yang tertulis pada beberapa slide berikut, berdasarkan sejumlah temuan pada saat menguji skripsi maupun tesis.
Saya mengawali penjelasan dengan mengajak mahasiswa merenungkan ulang apa yang sebenarnya melatarbelakangi mereka memilih riset kualitatif untuk tugas akhirnya. Mengapa ini saya lakukan? Sebab tidak sedikit saya temui mahasiswa yang memilih kualitatif semata-mata hanya untuk menghindari statistik. Lha, apakah salah kalau awalnya memang demikian? Ya tidak juga… Tapi kata “semata-mata”, atau mungkin bisa diganti dengan “sekedar” itu yang menjadi persoalan, mengindikasikan proses riset yang asal selesai, asal terhindar dari urusan pengukuran dan sederet rumus statistika. Akibatnya, yang dihasilkan tidak lain hanyalah laporan penelitian kualitatif yang ala kadarnya, yang kedalaman data dan analisisnya hanya menjadi mitos. Sangat perifer dan bahkan tidak menampakkan penghayatan serta kepedulian peneliti terhadap fenomena yang dikaji. Sayang kan… Malah tidak sesuai dengan dasar penggunaan kualitatif itu sendiri.
Poin kedua yang saya ingatkan adalah sudahkah mereka memahami betul tentang apa yang akan diteliti? Ini sepele, tapi urusannya panjang. Apalagi di psikologi mahasiswa belajar tentang berbagai macam konsep yang boleh jadi satu dengan yang lain bedanya sangat tipis atau saling beririsan. Namun ketika seseorang akan meneliti tentang konsep A, maka ia harus benar-benar dapat menggali tentang A tersebut, dan tidak terpeleset fokus mencari data tentang B yang sekilas memiliki kemiripan. Kecuali kalau ini terjadi ketika masih di fase-fase awal riset, saat peneliti mulai menjajagi lapangan, mengenali seperti apa yang realitas yang ada untuk menemukan sebuah persoalan.
Kalaupun misalnya terjadi pergeseran topik, namun jika sudah masuk ke tahap penulisan laporan, maka hal yang diteliti semestinya sudah jelas. Misalnya, apakah peneliti akan membahas self esteem atau self concept, apakah meneliti resiliensi atau hardiness, komitmen atau loyalitas, dan sebagainya. Meski mungkin cenderung tumpang tindih, tapi masing-masing tetap punya titik tekan kajiannya sendiri-sendiri. Dan ini harus benar-benar dipahami agar nantinya ia dapat menyajikan jawaban atas pertanyaan penelitian secara tepat.
Hal ketiga adalah tentang pentingnya memperhatikan betul uraian yang dibuat pada Bab 1. Bab ini sungguh penting temans, menentukan kesan pembaca (termasuk penguji) terhadap keseluruhan naskah yang dibuat. Saya meminta mahasiswa untuk mengecek, sudah runtutkah alur pemaparan ide/pemikiran peneliti atas fenomena hingga munculnya masalah penelitian, atau….. justru ‘mbulet mbundhet bak benang ruwet’ dan masih melompat-lompat fokus uraian dari satu paragraf ke paragraf yang lain, sehingga membingungkan pembaca? 😀
Kalau memang diri sendiri sudah jenuh untuk membaca naskah berulang-ulang, boleh meminta bantuan teman untuk membacanya dan menanyakan apakah uraian tersebut sudah jelas dan mudah dipahami. Meskipun sebenarnya menurut saya tidak pada tempatnya jika kita merasa jenuh dengan karya kita sendiri. Kalau kita sendiri saja tidak antusias dalam mengerjakan, malas membacanya, bagaimana kita bisa menuntut orang lain untuk itu?
Masih tentang Bab 1, selain keruntutan alur pikir dan penggunaan gaya bahasa yang tepat, ketercukupan data yang menunjukkan fenomena dan persoalan penelitian juga harus diperhatikan. Tidak boleh menyatakan sesuatu hanya berdasarkan asumsi yang tidak berdasar.
Keempat (sebenarnya ini juga jurus singkat saya setiap kali membaca sebuah laporan penelitian kualitatif), memastikan konsistensi antara judul, fokus penelitian (pertanyaan yang diajukan), tujuan penelitian, unit analisis, hasil analisis dan kesimpulan yang ditarik. Pada sejumlah naskah yang pada akhirnya harus dikoreksi ulang, kerap saya temukan ketidak-konsistenan penjelasan. Pertanyaan ke kiri, jawaban ke kanan. Seperti menanyakan tentang sebuah proses, tapi yang diuraikan di jawaban adalah ciri-ciri. Atau… peneliti terpeleset dalam menjawab karena kekurang-pahaman konsep yang diteliti. Misal pertanyaan penelitiannya tentang C, yang dijelaskan dalam hasil penelitian justru D, sesuatu yang secara konseptual memang memiliki kemiripan pengertian atau tumpang tindih. Ini yang harus hati-hati. Bagaimanapun, hasil penelitian harus menjawab apa yang ditanyakan, bukan menjelaskan hal lain, kecuali jika itu diposisikan sebagai penjelasan lanjut dari jawaban yang sudah diberikan sebelumnya.
Terkait metodologi, beberapa hal yang sempat saya ingatkan kembali kepada mahasiswa adalah bahwa beragam pendekatan kualitatif pada dasarnya memiliki spesifikasi yang berlainan dalam penggunaannya. Sebuah studi kasus tentu berbeda dengan studi fenomenologi, berbeda pula dengan etnografi, dan sebagainya. Karena itu, sekali mereka menyatakan menggunakan pendekatan atau tipe penelitian tertentu, maka mereka harus tepat dalam melaksanakan hingga membuat laporannya. Demikian pula dalam proses menganalisis.
Tidak tepat misalnya, jika mengatakan teknik komparatif konstan yang dikemukakan oleh Strauss & Corbin dengan 3 langkah kodingnya (open-axial-selective) sebagai teknik analisis tematik yang dikemukakan oleh Boyatzis, hanya karena mereka salah memahami penjelasan dalam rujukan tertentu. Itulah kenapa dalam proses menganalisis, mahasiswa perlu mencari literatur yang menjelaskan dengan rinci bagaimana sebuah tahapan analisis dilakukan, sehingga mereka dapat belajar untuk disiplin mengikutinya. Bukan menganalisis dengan cara-cara yang asal ditafsirkan dengan terburu-buru, dari sebuah penjelasan yang sangat umum.
Lebih dari itu, berulang kali memang saya banyak menekankan kepada mahasiswa untuk benar-benar memperkaya pemahaman tentang fenomena yang diangkat, konsep yang menjadi fokus kajian, dan metode yang digunakan dari berbagai jurnal maupun buku-buku yang relevan. Mereka harus aktif membaca rujukan. Baca sendiri, diskusikan hasil bacaan, bukan tergantung pada bantuan orang lain termasuk pembimbing. Bukan pula sekedar mengandalkan kata si A atau saran si B. Dengan begitu harapan saya pada saat ujian mereka akan mampu menjelaskan penelitiannya dengan argumentasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, sekalipun berhadapan dengan penguji-penguji yang mungkin memiliki perspektif beragam terhadap penelitian kualitatif. Tidak boleh gentar untuk menyatakan apa yang mungkin sudah dipelajari dari buku atau jurnal yang bereputasi. Harus tahan banting dan bukan langsung menyerah dengan pertanyaan penguji, kalau memang sudah mendasarkan penelitiannya pada rujukan yang jelas 🙂
Kece, cemerlang 😀
Menyelesaikan bab 1 memang sungguh melegakan. Itu kunci emas.
Kalau penelitian filsafat, gimana tuh, Buk?
Ayo kamu belajar Tik… Nanti gantian bagi-bagi jurusnya ya ^.^
Ping balik: Cerita dari Ruang Kuliah: Rupa-rupa Proses Belajar Riset Kualitatif | Wiwin Hendriani
Ping balik: Latar Belakang Masalah: Tantangan Menyusun Proposal Penelitian | Wiwin Hendriani
Terharu dan mulai memberanikan diri untuk memulai penelitian kualitatif utk skripsi. terimakasiih banyak ibuuuu atas penjelasannya 🙂
pencerahan banget habis baca ini…jadi makin semangat bikin skripsi kualitatif….cemungguuudd (^_^)