Re-posting catatan reflektif saya dalam website Program Studi Doktor Psikologi UNAIR:
Amanat UU No. 12 Tahun 2012 telah menekankan tanggung jawab perguruan tinggi untuk serius menjalankan pendidikan doktor yang berbeda dari jenjang studi lain, baik dari sisi muatan dan kedalaman materi maupun proses pembelajarannya. Menurut Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia pada Tahun 2012, pendidikan doktor diharuskan mampu menghasilkan lulusan setara jenjang 9 dengan kualifikasi: (1) Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi dan/atau seni baru, di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji; (2) Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya, melalui pendekatan inter, multi dan transdisipliner; serta (3) Mampu mengelola, memimpin dan mengembangkan riset, dan pengembangan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional dan internasional.
Namun demikian idealisme pendidikan doktor seringkali menemui banyak tantangan, hingga berujung pada praktik pendidikan yang justru bertentangan dengan ketentuan seharusnya. Kasus plagiarisme disertasi dan pengkarbitan doktor yang marak diberitakan beberapa waktu terakhir merupakan buktinya. Baca lebih lanjut