Cerita dari Ruang Kuliah: 12 Riset Kualitatif untuk Memahami Perilaku di Media Sosial (Bagian 2)

Melanjutkan tulisan sebelumnya, kali ini cerita sampai pada presentasi kelompok kelima, tentang “Fenomena Catfish pada Remaja”Catfishing terjadi ketika individu membuat identitas palsu untuk menciptakan dan menjaga hubungan romantis. Profil yang ditampilkan oleh pelaku umumnya merupakan representasi dari diri yang ideal bagi mereka. Kelompok kelima ini mengawali kajiannya dari mencermati sekitar hingga lingkup yang lebih luas, lalu menemukan data meningkatnya catfishing di berbagai tempat. Sejumlah informasi dari media massa yang mereka kumpulkan bahkan mencatat bahwa perilaku ini dapat menimbulkan dampak yang begitu besar, baik secara psikologis maupun material.

Catfishing dapat dilakukan oleh individu dari berbagai kelompok usia. Dalam pelacakan literatur berikutnya, kelompok mengetahui bahwa pelaku catfish juga berasal dari kalangan remaja. Di tengah karakteristik masa perkembangannya yang berada dalam peralihan menuju dewasa, pelaku catfish yang berusia remaja diyakini oleh kelompok memiliki kekhasan yang berbeda dari usia yang lain. Mengkaji fenomena catfish pada remaja dipandang memiliki urgensi untuk dapat memahami pola perilaku generasi muda saat ini, khususnya dalam berinteraksi di media sosial.

Analisis data yang dilakukan memperoleh hasil bahwa catfishing pada remaja terjadi sebagai bagian dari proses pencarian jati diri, ketika individu merasa ideal self-nya tidak sejalan dengan real self. Catfish pada remaja terjadi karena adanya dorongan untuk mulai membangun hubungan dengan lawan jenis. Peneliti juga menemukan bahwa catfishing pada sejumlah remaja diikuti oleh perilaku roleplay, dimana individu bermain peran dengan identitas palsunya, berpura-pura bahwa dirinya adalah sosok sebagaimana digambarkan oleh identitas palsu tersebut. Nah, yang khas pada remaja sebagaimana tampak pada partisipan mereka, identitas palsu yang biasa digunakan adalah artis Korea! (*duhhh…, perasaan saya kan jadi campur aduk kalau begini. Secara diri sendiri juga penggemar beberapa artis Korea, hahahaha…).

Beralih ke kelompok enam, kita bertemu dengan penelitian yang mengkaji “Persepsi Terhadap Kebenaran Informasi pada Pelaku Aktif Penyebaran Informasi Politik di Media Sosial”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan kelompok terhadap maraknya peredaran hoax di media sosial. Data awal yang mereka peroleh menunjukkan 91% berita hoax yang tersebar di media sosial adalah berita yang bermuatan sosial-politik. Penyebarnya adalah individu dari latar belakang yang beragam, termasuk di dalamnya adalah para mahasiswa.

Literatur menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh persepsinya. Oleh karena itu kelompok memfokuskan penggalian data pada persepsi terhadap kebenaran informasi politik. Peneliti berargumen, memahami persepsi akan dapat memberikan penjelasan yang lebih baik mengapa banyak orang saat ini begitu mudah percaya dan turut menyebarkan berbagai informasi politik yang belum tentu terjamin kebenarannya.

Hasil analisis kelompok ini menyatakan bahwa individu cenderung akan mempersepsikan benar sebuah informasi politik yang diketahui ketika: (1) Sumbernya berasal dari orang yang terlibat langsung; (2) Mayoritas orang yang dikenalnya mengatakan bahwa itu benar; (3) Dibagikan oleh orang yang dipandang berilmu dan memiliki pengaruh; serta (4) Diperbincangkan di media sosial.

Berdasar temuan tersebut, persepsi terhadap kebenaran informasi dari partisipan penelitian ternyata lebih melekat pada orang (siapa sumber dan orang yang membicarakan). Temuan ini sedikit banyak memberikan gambaran yang tentu masih perlu diteliti lebih lanjut bahwa mengapa orang cenderung mudah menyebarkan hoax tidak lain karena kriteria yang digunakan untuk mempersepsikan kebenaran bersifat subjektif, bergantung pada individu sumber informasi.

Dapat dibayangkan akhirnya, dalam konteks politik, jika sumber berita berasal dari orang yang secara subjektif dianggap signifikan, atau berita tersebut dikatakan benar oleh orang yang dinilai berpengaruh, maka akan dipersepsikan benar lah berita tersebut oleh individu. Padahal tidak menutup kemungkinan dalam dunia politik sosok yang berpengaruh pun karena pertimbangan dan kepentingan tertentu juga memilih membenarkan sesuatu yang belum tentu benar.Bergeser lagi ke kelompok tujuh, mereka mengambil judul penelitian tentang “Pemenuhan Kebutuhan Love & Belongingness pada Pengguna Aplikasi Online Dating. Ide penelitian ini diawali dari pengamatan kelompok terhadap berkembangnya situs online dating, dengan jumlah pengguna yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Beberapa menggunakan situs tersebut hanya untuk keisengan, namun tidak sedikit yang memanfaatkannya untuk serius memperoleh pasangan. Pasangan yang diperoleh pun seringkali berbeda kewarganegaraan, atau sesama WNI tetapi berada di lain daerah dan jaraknya cukup jauh.

Ketertarikan muncul ketika kelompok mendapatkan data awal bahwa meskipun sekian banyak pengguna pada akhirnya mengalami kegagalan (karena ada faktor penipuan, identitas palsu, atau ketidakmampuan mengelola hubungan jarak jauh), tidak sedikit yang berhasil menjalani relasi dengan pasangan yang ditemui dalam dunia maya, hingga kemudian memutuskan untuk menikah. Dengan kontak yang hanya bersifat online, kelompok mempertanyakan tentang bagaimana mereka yang berhasil dalam online dating-nya memenuhi kebutuhan love & belongingness, salah satu kebutuhan dasar yang dikemukakan oleh Maslow.

Dari hasil analisis kelompok, pengguna aplikasi online dating yang berhasil menjalin hubungan dengan pasangannya memiliki cara-cara tertentu dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang. Cara-cara tersebut diantaranya: (1) Upaya membangun komitmen untuk selalu bersikap jujur dan terbuka sebagai prevensi dari kesalahpahaman yang mungkin terjadi karena minimnya kontak langsung, serta mengelola pikiran-pikiran negatif yang setiap saat dapat muncul terhadap pasangan (trust and acceptance); (2) Memperbanyak komunikasi setiap hari dan memposisikan pasangan untuk juga sebagai sahabat (friendship); dan (3) Mengusahakan untuk bertemu manakala ada kesempatan (intimacy).

Lanjut ke kelompok delapan. Riset yang dilakukan adalah tentang “Dilema Coming Out Homoseksual di Media Sosial”. Topik yang diangkat tentang homoseksualitas disadari oleh kelompok sebenarnya adalah isu lama. Terdapat penelitian terdahulu yang telah mengkaji tentang coming out ini. Namun kelompok justru ingin menindaklanjuti temuan penelitian sebelumnya yang dirujuk sebagai bagian latar belakang, untuk menggali lebih jauh tentang dilema yang terjadi dalam diri individu homoseksual. Harapannya, temuan yang diperoleh akan memberi informasi penting bagi masyarakat dalam menindaklanjuti persoalan homoseksual di sekitar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilema muncul di setiap tahapan coming out pada partisipan penelitian. Tarik-menarik terjadi antara keinginan untuk menyatakan diri sebagai seorang homoseksual dan mengharapkan orang lain dapat memahami pilihan orientasi seksual yang diambil, dengan berbagai faktor kontra yang menahan proses coming out tersebut. Pada akhirnya partisipan memutuskan untuk tidak melakukannya. Faktor kontra yang dimaksud antara lain: (1) Norma sosial di masyarakat yang hingga saat ini disadari individu masih memandang negatif homoseksualitas; (2) Kekhawatiran akan reputasi dan masa depan karir yang buruk ketika menyatakan bahwa diri adalah seorang homoseksual; dan (3) Keinginan untuk menjaga nama baik keluarga.

Sampai di sini, masih sepakat bahwa hasil aktivitas berlatih meneliti dari mahasiswa Semester 5 ini menarik dan layak diapresiasi bukan? Beberapa diantaranya bahkan lebih baik dari temuan skripsi mahasiswa semester akhir. Hmm…… bahkan dibanding beberapa tesis (ups…). Sebagai pendamping belajar, saya merasa senang sekali dengan progres yang mereka tunjukkan.

Anyway, masih ada cerita dari 4 kelompok yang lain. Tunggu di tulisan berikutnya.

… bersambung lagi …

Iklan

1 thought on “Cerita dari Ruang Kuliah: 12 Riset Kualitatif untuk Memahami Perilaku di Media Sosial (Bagian 2)

  1. Ping balik: Cerita dari Ruang Kuliah: 12 Riset Kualitatif untuk Memahami Perilaku di Media Sosial (Bagian 3) | Wiwin Hendriani

Beri Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s