Cerita ini masih seputar obrolan bersama Damai. Lagi? Iya, karena mengobrol adalah aktivitas super penting yang menurut saya perlu untuk selalu diupayakan bersama anak setiap saat.
Pernah saya menuliskan dalam catatan tentang Appreciative Parenting bahwa komunikasi adalah kunci dalam keberhasilan interaksi sosial, termasuk di dalamnya interaksi antara orangtua dengan anak. Komunikasi melalui berbagai percakapan yang positif akan menjadi jalan bagi orangtua untuk dapat menyampaikan berbagai pesan dan umpan balik dengan cara-cara yang mudah diterima oleh anak.
Pesan baik dengan beragam value di dalamnya, ketika disampaikan dalam percakapan yang baik akan dipersepsikan secara baik pula oleh anak. Hasilnya, anak akan lebih mudah menerima, sehingga muncul kesadaran dalam diri untuk berperilaku dan mengembangkan kemampuan positif sebagaimana diharapkan kepadanya.
Nah, percakapan yang akan saya tuliskan ini misi khususnya adalah membantu Damai semakin peka dengan kejadian di sekitar dan lebih telaten untuk membaca koran. Karena sudah ada firasat akan panjang, maka dalam prosesnya saya sempat merekam obrolan kami ini di HP, sehingga tidak perlu bersusah payah mengingat ketika akan menuliskannya lagi 😀
Saya: Mem, yuk kita ngobrol-ngobrolkan berita yuk.. Koran 2 hari ini kayaknya belum kesentuh tuh. Kasihan dicuekin.
Damai: Iya, hehehe…
Saya: Gini, kamu pegang 1, mama 1. Kita baca dulu berita-beritanya, trus masing-masing dari kita pilih 2 berita: satu yang isinya positif, satu lagi yang membuat kita prihatin.
Damai: Oke…
Lalu untuk beberapa saat kami pun sibuk mencermati berita dari lembaran-lembaran kertas yang kami pegang.
Saya: Sudah, time to share sekarang. Kamu dulu.
Damai: Dari yang menurutku menarik dulu ya. Aku milih berita tentang pameran lukisan koleksinya istana negara.
Saya: Wah, pilihan beritamu di luar dugaan! 😀
Damai: Nggak tahu ya, mulai dari judul dan dokumentasinya menurutku sudah eye catching. Senandung Koleksi Istana. Jadi itu lukisan-lukisan koleksi istana kepresidenan dari mulai jaman dulu sebelum merdeka sampai sudah merdeka dipamerkan di Galeri Nasional.
Saya: Kenapa berita ini menarik buatmu?
Damai: Apa ya…, jadi kan ketika benda-benda seni yang ada di istana bisa terbuka dipamerkan itu orang-orang bisa ikut melihat, bisa ikut belajar tentang sejarah lukisan dari waktu ke waktu. Bisa lebih menghargai juga. Koleksi istana kan biasanya hanya orang-orang tertentu yang tahu, nggak semuanya ngerti.
Saya: Hmmm, jadi memberi kesempatan masyarakat untuk juga mengenal dan belajar kekayaan bangsanya dari benda-benda berharga milik istana ya. Oke, kalau mama pilih satu berita positif tentang penyandang disabilitas.
Damai: Oooh, ya ya… (tampak antusias untuk menyimak)
Saya: Jadi di berita itu diuraikan tentang profil beberapa penyandang disabilitas, ada tunanetra, tunadaksa, dari sekian banyak di sekitar kita yang tidak menyerah dengan keadaan dan mampu membuktikan bahwa mereka bisa mandiri meski memiliki keterbatasan fisik. Orang-orang yang gigih dan pantang menyerah untuk berusaha, meskipun kadang lingkungan masih kurang memberi mereka kesempatan dan kepercayaan.
Damai: Iya aku bisa bayangkan. Padahal sebenarnya mereka juga punya banyak kemampuan.
Saya: Betul. Makanya dituliskan juga bahwa masyarakat perlu lebih peduli dan membuka kesempatan yang lebih luas agar semakin banyak penyandang disabilitas yang berhasil. Selama ini banyak hambatan dan kesulitan yang dialami para penyandang disabilitas justru bersumber dari sikap negatif dan batasan yang mereka temui dari lingkungan. Mama nangkap setidaknya ada 2 pesan utama di berita ini. Satu, menunjukkan ke pembaca bahwa penyandang disabilitas adalah individu-individu yang berkemampuan, yang juga memiliki banyak potensi dan keuletan dalam berkarya seperti halnya anggota masyarakat yang lain. Kedua, pesan untuk kita berhenti mendiskriminasi, berhenti melabel tidak mampu, dan memberikan lebih banyak kesempatan belajar maupun bekerja untuk mereka.
Damai: Aku paham. Sekarang berita yang negatif ya…
Saya: Yup. Kamu pilih berita apa yang bikin prihatin?
Damai: Aku pilih berita tentang kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan. Kebanyakan kan itu di lahan gambut ya? Lahan gambut apaan sih?
Saya: Ntar abis ini googling biar tepat pemahamannya (alesan aja, padahal takut salah njelaskan.. ^^)
Damai: Aku tu heran. Nggak kepikir gitu, kan kebakaran hutan ini sudah berulang kejadian, tapi kok nggak selesai-selesai. Tiap tahun mesti ada beritanya, kebakaran lagi, kebakaran lagi. Harusnya kan bisa diatasi ya. Masih diselidiki sih, apa penyebabnya. Kemungkinan ada 2, karena memang suhu panas dan kering akibat kemarau, atau karena kesengajaan.
Saya: Menurutmu, gimana baiknya cara untuk mengatasinya?
Damai: Harusnya orang-orang bisa lebih peka, lebih sadar lingkungan.
Saya: Ya tapi kenyataannya itu sulit. Apalagi tidak sedikit yang melakukan perusakan hutan karena faktor ekonomi. Mungkin memang semata-mata ingin mengambil keuntungan pribadi, atau karena terdesak kebutuhan. Jadi ngatasinya memang perlu dipikirkan, nggak bisa sekedar himbauan untuk sadar lingkungan.
Damai: Mungkin kalau kataku, orang-orang bisa dicoba diarahkan untuk mencari penghasilan dengan memanfaatkan sumber alam tapi dengan cara-cara yang tidak merusak.
Saya: Misalnya?
Damai: Misalnya kayak yang sekarang dilakukan di banyak tempat itu, bersama-sama membuat usaha tempat wisata alam, tapi benar-benar dikelola dengan baik dan memperhatikan banyak hal. Menurutku itu bisa jadi solusi.
Saya: Seperti wisata hutan pinus yang sekarang lagi booming begitu?
Damai: Ya… semacam-semacam begitulah.
Saya: Ide yang bagus, patut dipikirkan. Poinnya memanfaatkan alam tapi tetap dengan menjaga kelestariannya.
Damai: Gantian Mamski. Berita negatifnya apa?
Saya: Hmmm…. mama pilih berita tentang radikalisme dan intoleransi yang semakin marak di media sosial.
Damai: Hooooo……..iya. Itu banget Mam.
Saya: Kamu merhatikan juga kan?
Damai: Iyalah.
Saya: Nah di uraian berita ini, maraknya pesan-pesan radikalisme dan intoleransi itu terjadi juga karena banyaknya orang-orang dari kelompok non radikal yang memilih untuk pasif dan diam. Akibatnya, pesan-pesan radikal dan intoleran itu semakin merajalela, seperti virus yang menyerang banyak kalangan dan usia. Memprihatinkan memang. Makanya sangat diharapkan agar lebih banyak orang yang peduli untuk bergerak menetralisirnya. Entah dengan tulisan juga, dengan diskusi lisan, dan cara-cara lain yang baik agar tidak semakin menjadi-jadi…
Sampai di sini, diskusi berita pun diakhiri dengan perut lapar yang perlu untuk segera kami isi.
Bu Wiwin.. Sangat menginspirasi sekali. Kalau saya mau direct message ke Ibu, apakah bisa melalui email atau kontak lainnya? Terima kasih.
Maafkan baru membalas. Sila, bisa lewat email mba..
Terima kasih ^.^