Setelah 2009 lalu mengunjungi Beijing dan Shanghai, tahun ini bersyukur sekali saya dan teman-teman mendapat kesempatan kembali untuk menjejakkan kaki di daratan China. Hepi sudah pasti, meski obsesi sebenarnya masih tetap ingin ke Korea, bukan China 😀
Kepergian kali ini utamanya untuk melaksanakan tugas presentasi hasil penelitian di International Conference on Psychology, in Health, Educational, Social, and Organizational Settings (ICP-HESOS), di Zhejiang University, Hangzhou. Jadi selama 3 hari (4-6 November 2015) kami berada di Hangzhou mengikuti konferensi. Baru setelah konferensi selesai, kami melanjutkan perjalanan untuk gathering fakultas ke Shenzhen, Macau, dan Hong Kong.
Secara umum kesan yang terbangun selama kunjungan tersebut berbeda dari negara-negara lain yang juga pernah saya kunjungi, terlebih Jepang – tetangga dekatnya. Jujur, saya lebih suka berkunjung ke Jepang. Perbedaan ini tentu bisa dimengerti karena setiap tempat memang memiliki budaya yang berlainan, yang mungkin akan sejalan atau justru bertentangan dengan adat kebiasaan kita. Karena itu, apa yang akan saya ceritakan di sini, baik positif maupun negatif adalah berdasarkan sudut pandang saya pribadi, yang belum tentu sama dengan penilaian rekan yang lain.
1. Ruang-ruang Terbuka Hijau Nan Cantik
China itu negara besar dengan wilayah yang luas dan penduduk super padat. Jadi tidak heran jika di sepanjang tempat kita akan bertemu barisan gedung apartemen / rumah susun yang jarak antara satu dengan yang lain sangat dekat. Kota dipenuhi dengan barisan bangunan tinggi yang cukup rapat, seperti kotak-kotak lego bersusun yang diletakkan saling berjajar berhimpitan. Rasanya tinggal di satu rumah dengan lahan sendiri sudah menjadi hal mewah yang tak terbeli di sana.
Namun beruntung, meski menurut saya belum sebanding dengan keluasan area yang dihabiskan untuk membangun gedung, pemerintah setempat masih menyisakan sekian persen dari lahan kota untuk membangun ruang-ruang terbuka hijau yang cantik dan bersih. Yah… setidaknya masih lebih bersih daripada Indonesia, dimana sampah dan perilaku menyampah sebagian besar warga masih menjadi PR besar untuk bisa dikelola.
Ruang-ruang terbuka hijau yang menyegarkan juga terdapat di lingkungan kampus Zhejiang University. Meskipun menurut Ling, pemandu kami selama di Hangzhou, kondisi ini dimungkinkan karena Universitas Zhejiang memang perguruan tinggi yang besar dan kebetulan memiliki lahan yang sangat luas, berbeda dengan universitas-universitas yang lain. Apapun, buat saya yang sangat suka tanaman, pemandangan hijau seperti ini wajib hukumnya untuk dicontoh (langsung membayangkan UNAIR suatu saat bisa teduh rindang dengan banyak pepohonan seperti di Zhejiang).
2. Aturan tentang Objek Kunjungan Wajib bagi Wisatawan
Seperti enam tahun yang lalu saat ke Beijng dan Shanghai, agenda ke China kali ini juga diwarnai dengan kunjungan wajib ke beberapa objek milik pemerintah. Jadi memang semua wisatawan asing yang datang ke China, ke manapun tujuan utamanya, wajib untuk juga mendatangi objek tertentu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Kalau dulu kami pergi ke 2 pusat pengobatan, 1 industri sutra dan 1 pusat kerajinan mutiara air tawar, maka yang sekarang di Shenzhen kami harus mampir ke 1 pusat pengobatan dan 1 pusat pengolahan batu giok.
Di satu sisi sejujurnya kunjungan wajib ini membuat kami merasa kurang nyaman, karena waktu yang terbatas masih harus terpotong untuk mendatangi objek-objek di luar keinginan kami. Namun dari sisi pengelolaan pariwisata, bisa dipahami bahwa aturan semacam ini sangat membantu untuk mengenalkan berbagai macam potensi yang dimiliki daerah pada lingkup yang lebih luas. Tanpa aturan kunjungan wajib, mungkin objek wisata di sana yang dikenal orang hanya akan sebatas Tembok China, Pertunjukan Akrobatik atau berbagai macam Temple saja. Sementara yang lain tak banyak tersentuh oleh pengunjung. Hmmm….. mungkin akan baik juga jika Indonesia ikut mengadopsi kebijakan semacam ini, mengingat negara kita juga punya banyak objek wisata dan potensi daerah yang tidak kalah bagus.
3. Totalitas Mengemas Seni Pertunjukan
Bagian ini rasanya adalah salah satu kelebihan pariwisata di China yang tidak bisa ditawar. Seni pertunjukan dan akrobatiknya memang luar biasa, didukung dengan berbagai properti penunjang yang dikemas secara total. Tata panggung, pencahayaan, variasi kostum, dan berbagai perlengkapan lain yang bahkan di luar dugaan bisa ditampilkan, membuat penonton berulang tercengang. Kalau di dalam negeri mungkin yang serupa pertunjukan wisata ini adalah kemasan acara ulang tahun stasiun TV swasta atau event-event besar yang hanya dapat dilihat pada waktu-waktu tertentu saja, bukan menjadi bagian dari industri pariwisata.
4. Tantangan Menemukan Makanan Halal
Mari sekarang sedikit bergeser membicarakan beberapa topik yang cukup menantang dan perlu dipersiapkan jika ingin berkunjung ke China. Pertama adalah soal makanan. Hampir setiap dari kita mengetahui bahwa orang China penyuka hidangan babi. Berbagai olahan babi dengan baunya yang khas menyengat berkeliaran di rumah-rumah makan hingga kedai kakilima pinggir jalan. Kadang makanan di piring saji yang diinformasikan tidak berdaging babi pun senyatanya tetap tidak bebas dari minyak babi sebagai salah satu bahan untuk memasaknya.
Alhasil buat pelancong yang muslim, memperoleh makanan yang halal merupakan hal yang sangat menantang jika berkunjung ke China. Kami harus berjalan kaki cukup jauh untuk menemukan tempatnya. Jika waktu tidak memungkinkan, maka kami harus bertahan dengan memakan nasi putih saja, atau ubi dan jagung rebus, serta potongan buah yang untungnya masih disediakan di hotel tempat rombongan menginap. Kondisi ini berbeda dengan di Jepang yang masih relatif mudah untuk mendapatkan makanan alternatif seperti nasi kepal, sushi atau beragam jenis olahan laut.
5. Balada Toilet dan Perilaku Unik Penduduk Kota
Tantangan kedua adalah soal toilet. Menghadapi kondisi terkait urusan pembuangan ini juga tidak kalah membutuhkan persiapan mental jika hendak berkunjung ke China. Buang jauh-jauh bayangan tentang adanya shower di toilet, karena senyatanya memang tidak ada. Tissue pun hanya hotel dan airport yang menyediakan di dalam toilet. Di tempat-tempat umum yang lain, jangan berharap untuk menemukannya. Jadi kalau di China bertemu dengan toilet yang baunya cetarrrr membahana badai halilintar, plus mungkin dengan kotoran yang tidak terguyur dengan baik, itu adalah pemandangan yang biasa. Jadi harus ekstra tabah menghadapinya, daripada harus menahan buang air sepanjang hari. Untuk membersihkan diri seusai buang air, pastikan selalu menyediakan tissue di dalam tas, dan botol minum kosong untuk tempat air bebersih yang bisa kita isi dari wastafel di area toilet.
Lain soal toilet, lain pula dengan perilaku unik penduduk China, meskipun ini memang tidak bisa digeneralisasikan antar daerah. Pola perilaku orang di Hangzhou, misalnya, berbeda dengan penduduk Hong Kong. Di Hangzhou, orang meludah dengan suara sangat keras, lalu menunjukkan ekspresi marah dengan intonasi dan volume suara yang tinggi di depan umum, bahkan mengumpat kepada orang asing / wisatawan adalah hal yang biasa. Buat yang tidak tahan dengan hal-hal semacam ini mungkin akan sedikit terganggu. Tetapi untungnya di Hong Kong, kami menemui kondisi yang cukup berbeda. Boleh dibilang karakter penduduknya lebih ramah, sedikit lebih halus.
6. Kontroversi Belanja Murah
Beberapa teman pernah mengatakan bahwa belanja di China akan banyak menemukan barang-barang murah. Well, menurut saya tidak sepenuhnya demikian. Justru pengalaman menunjukkan bahwa kita harus ekstra hati-hati untuk membeli ini-itu di sana, karena yang tampak lebih murah belum tentu kualitasnya sesuai dengan yang diharap. Belum lagi jika kita memperhatikan betul karakter penjualnya yang tidak jarang ternyata berbuat curang: Mengatakan barang tiruan sebagai asli lalu memainkan harga sedemikian rupa, atau tanpa sepengetahuan kita ternyata mengganti barang yang akan kita beli dengan barang lain serupa yang ternyata kualitasnya lebih rendah. Karena itu kalau akan berbelanja di China, pastikan kita memiliki skill menawar yang baik, tidak mudah tergiur dengan penampakan luar, tidak terburu-buru mengambil keputusan dan jeli mengecek kondisi barang yang akan dibeli, terlebih jika barang tersebut berharga relatif mahal, bukan sekedar suvenir kecil murah-meriah.
Ping balik: Early Identification of Values in Parenting: A Content Analysis | Wiwin Hendriani
Ping balik: Catatan dari Korea (1): ICEPAS 2016 | Wiwin Hendriani
Ping balik: Amazing Turkey (1): Istanbul dan Berbagai Peninggalan Kesultanan Turki Utsmani | Wiwin Hendriani