Berikut dibagikan materi workshop Appreciative Inquiry: Percakapan yang Memberdayakan dalam Pengasuhan Anak, yang telah dilaksanakan sebagai salah satu rangkaian acara Temu Ilmiah Nasional Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI), Agustus 2015 yang lalu.
Saya mengawali pemaparan materi dengan memberikan ilustrasi tentang orangtua yang fokus untuk segera membetulkan segala sesuatu yang tampak salah pada anak. Ini adalah sebuah perilaku jamak yang banyak orang memiliki kecenderungan untuk melakukannya. Bukan hal yang salah sebenarnya, karena diniatkan untuk mengatasi sebuah persoalan. Namun, seringkali pendekatan yang reaktif semacam ini justru mendatangkan ‘pekerjaan rumah’ yang semakin besar. Sebab anak juga akan bereaksi tidak menyenangkan, bahkan tidak sedikit yang dipersepsikan sebagai melawan atau memberontak, ketika mereka merasa terus-menerus dikoreksi. Terlebih jika di sisi lain mereka mendapati bahwa terhadap perilakunya yang sudah baik orangtua tidak kunjung mengapresiasi.
AI dalam workshop ini diperkenalkan sebagai sebuah pendekatan positif, yang dapat digunakan orangtua dalam membantu anak menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan karakter yang baik dari dalam dirinya. Dengan proses yang mendasarkan pada dialog-dialog apresiatif, anak akan difasilitasi agar dengan penuh kesadaran memunculkan pola-pola perilaku baik, yang dengan sendirinya akan memprevensi atau mengatasi berbagai persoalan yang mungkin akan dihadapi.
AI berkembang dan banyak diterapkan lebih dulu dalam lingkup organisasi. Namun berbagai studi lanjutan telah menunjukkan hasil bahwa pendekatan ini juga sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam lingkup keluarga. Tiga diantara sejumlah prinsip AI yang sangat penting diperhatikan dalam penerapannya pada konteks pengasuhan anak adalah: (1) Constructionist Principle yang menekankan tentang pentingnya pemilihan kata-kata positif untuk memberikan stimulasi sekaligus penguatan terhadap munculnya perilaku positif; (2) Positive Principle, bahwa pertanyaan-pertanyaan positif akan dapat mendorong munculnya perubahan yang juga positif; dan (3) Anticipatory Principle, tentang bagaimana kekuatan imaji dapat memberikan inspirasi yang semakin mendorong untuk berperilaku tertentu.
Sebagaimana banyak dijelaskan dalam berbagai literatur, penerapan AI berlangsung dalam siklus yang mencakup 4 langkah (4D), yaitu: Discovery – Dream – Design – Destiny. Secara khusus dalam konteks keluarga, Jackie Kelm mengadaptasi siklus 4D tersebut dalam rumusan yang lebih ringkas yaitu The AIA Process.
Meski dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat, pemaparan materi dalam workshop ini diupayakan agar dapat berlangsung optimal dengan menyajikan berbagai contoh penerapannya dalam percakapan sehari-hari, serta memfasilitasi peserta untuk berlatih melakukan dialog apresiatif dalam beberapa situasi yang berbeda.
Ping balik: Appreciative Parenting: Menumbuhkan Ketangguhan Anak Melalui Percakapan yang Memberdayakan | Wiwin Hendriani