Damai sudah menulis tentang Class Concert di sekolah musiknya Hari Minggu lalu. Nah, sekarang saya juga akan berbagi cerita dari momen yang sama, tapi mungkin pada topik yang sedikit berbeda.
Jadi sebenarnya, bukan hanya Damai yang antusias tiap kali akan ada class concert. Tapi kami (saya dan suami) demikian juga. Selain bisa melihat progres Damai dalam belajar melalui penampilannya di panggung, kami juga belajar berbagai hal lain melalui class concert tersebut.
Seperti pernah saya ceritakan kapan dulu, sekolah musik Damai ini menerima anak berkebutuhan khusus sebagai murid. Ada banyak anak dengan autism, down syndrome, dengan gangguan penglihatan, dsb, belajar musik di sekolah ini. Dan dalam momen konser mereka juga diberi kesempatan yang sama untuk tampil, baik sendiri maupun bersama-sama, seperti halnya murid-murid lain yang reguler. Dengan demikian semua anak difasilitasi untuk optimal belajar dan saling menghargai perbedaan di antara mereka.
Trenyuh pertama di class concert kemarin terjadi saat melihat seorang anak berkebutuhan khusus tertatih-tatih menaiki panggung. Ia agak meronta, menolak untuk mendekat ke piano. Dua orang guru membantunya, satu memberi stimulasi dengan lebih dahulu duduk dan mulai memainkan piano. Guru yang lain memegang badan si anak, mengarahkan untuk juga duduk, membantu memposisikannya dengan benar menghadap piano, menenangkannya yang tampak gelisah, lalu mengarahkan tangannya agar jari-jarinya bisa menyentuh tuts piano. Sungguh sebuah usaha keras karena selama beberapa saat si anak terus meronta.
Sampai di sini saya sempat menebak, mungkin untuk bisa memainkan lagu, gurulah yang akan menekan satu per satu jari-jari anak tersebut pada tuts sesuai nada-nada yang dimainkan. Jadi bukan si anak sendiri yang melakukannya. Tapi ternyata dugaan saya salah!
Begitu mendengar intro dari lagu yang akan dimainkan, perlahan jari-jari anak tersebut bergerak menekan tuts-tuts yang benar. Guru hanya membantu menopang tangannya. Bersamaan itu pula, ia pun berangsur tenang, tidak lagi meronta. Dan hingga lagu selesai, meski mata banyak melihat ke arah yang lain, meski sangat pelan dan sesekali berhenti, tapi jarinya tetap menekan di nada-nada yang tepat sesuai lagu. Kontan seluruh penonton bertepuk tangan dengan haru begitu ia menyelesaikan permainannya.
Benar-benar proses yang luar biasa menurut saya. Guru-guru yang gigih, perubahan respon anak yang di luar dugaan, dan kenyataan bahwa seorang anak berkebutuhan khusus yang awalnya tampak tidak kooperatif ternyata bisa belajar dengan baik saat diarahkan secara benar. Pemandangan semakin lengkap ketika setelah ia selesai tampil, seorang bapak yang duduk di belakang saya menyambutnya turun tertatih dari panggung, memeluk sambil mengatakan, “Bagus sekali, Nak…”. Sosok orangtua yang hebat. Melihatnya, beberapa kali saya harus menahan agar air mata tidak keluar.
Pelajaran lain muncul saat melihat bagaimana guru mengemas penampilan anak-anak berkebutuhan khusus sedemikian rupa dengan melibatkan peran siswa-siswa reguler untuk ikut membantu. Meminta mereka ikut menyanyikan lagu sederhana yang sedang dimainkan agar si anak lebih bersemangat, atau secara bergantian meminta siswa reguler membantu memainkan alat musik lain sebagai pengiring, lalu mengarahkan untuk saling bergandengan tangan dan bersama membungkuk hormat ke penonton seusai tampil.
Bagi saya, ini adalah contoh yang baik dari sebuah model pembelajaran inklusif di sekolah musik. Apa yang dilakukan guru di sini sebenarnya adalah langkah-langkah kecil yang mudah, namun memang tidak semua orang di tempat yang lain terpikir untuk melakukannya. Ada kesempatan yang sama, ada kepedulian dan keterlibatan semua orang, ada apresiasi untuk setiap usaha, ada penghargaan terhadap kondisi yang berbeda-beda, juga berbagai variasi aktivitas yang membuat semua siswa nyaman belajar di dalamnya.
Tidak berhenti sampai di situ, proses belajar saya pun bertambah ketika menyimak penuturan orangtua salah satu siswa berkebutuhan khusus yang berbagai cerita tentang bagaimana perkembangan putranya yang didiagnosa mengalami autism dari waktu ke waktu, sejak awal belajar musik hingga saat ini. Hasilnya ternyata melebihi harapan. Bukan hanya sekedar bisa bermain musik, tetapi juga mampu menunjukkan perubahan pada kemampuan yang lain, termasuk dalam hal akademis. Dulu putranya bersekolah di sekolah khusus. Sekarang sudah bisa masuk ke sekolah umum.
Beliau juga memberikan motivasi kepada orangtua anak berkebutuhan khusus yang lain agar tidak putus asa, tetap optimis dan terus bersabar dalam mendampingi putra-putrinya. Hal yang beliau tekankan adalah pentingnya orangtua dari anak-anak berkebutuhan khusus untuk tidak terpancing menuntut peningkatan kemampuan yang cepat, karena proses belajar selalu membutuhkan waktu. Sekali lagi, bersabar adalah wajib, sebagaimana juga saya tulis dalam buku saya terkait bab Pengasuhan Anak Berkebutuhan Khusus. Pengalaman beliau telah menunjukkan bahwa akan selalu ada hasil yang baik jika orangtua tidak berhenti berusaha.
Jadi terasa semakin benarlah keputusan kami ketika kurang lebih dua tahun yang lalu memindahkan Damai ke sekolah musik ini. Atmosfer belajar yang lebih positif jauh lebih penting untuk Damai daripada target-target individual dalam kemasan kompetisi. So we’re proud to be part of this music school 🙂
Semoga dik Damai bisa menjadi inspirator di sekolah musiknya itu.
Wah, bagus permainan lagunya Frozen itu. Kereeen 🙂
Terima kasih banyak Pak Iwan..
Alhamdulillah anaknya terus semangat berlatih, agar nanti bisa bermain sebagus Mbak Nana 🙂
Ping balik: Sekedar Percakapan Ringan (9): Belajar Inklusif | Wiwin Hendriani
Ping balik: Apa Perlunya Lomba ? | It's My World
Ping balik: Ingin Anak Berprestasi? Jangan Ikutkan Lomba. Inilah Alasannya | TemanTakita.com