Sudah 2 bulan ternyata absen nggak nulis di sini. “Umek” dengan ujian naskah disertasi, lalu merevisi, terus menyiapkan materi untuk sidang tertutup. Serius sibuk. Belum lagi sesekali masih harus mengerjakan beberapa tugas fakultas, plus yang jelas tak bisa ditinggal, membereskan segala macam pekerjaan rumah. Maklum… di rumah kan tidak ada asisten. Jadi semua harus bisa dilakukan sendiri. Dan di antara segala umek di 2 bulan terakhir ini, cerita salah satu tugas fakultas, saat saya berpetualang selama 6 hari di Negeri Oshin sepertinya menarik untuk dibagi 🙂
Jepang adalah negara keempat yang saya kunjungi, setelah Brunei Darussalam, China, dan Australia. Entah kenapa, dari keempatnya, saya terkesan sekali dengan negara ini. Waktu itu saya dan keenam teman dosen pergi untuk mengikuti “The Asian Conference on Psychology and Behavioral Sciences 2013”, yang diselenggarakan di Osaka. Kami berangkat dari Surabaya tanggal 26 Maret, tinggal di Osaka dari tanggal 27 Maret sampai 1 April, dan tiba kembali di tanah air tanggal 2 April. Bertemu banyak hal seru? Itu sudah tentu…
1. Si Cantik Sakura
Rasanya nggak ke Jepang kalau nggak ngomong soal Sakura. Apalagi kemarin pas awal musim semi, saat sakura mulai bermekaran. Dulu paling banter lihat di foto. Pohon-pohon sakura yang penuh bunga, berwarna putih atau merah muda. Setengah nggak percaya kalau itu bunga asli, hehehe… Tapi begitu melihat sendiri dan memegang, hmmm…. tak putus berdecak kagum. Cantik sekali! Apalagi waktu melihat kebun-kebun luas dengan puluhan bahkan ratusan pohon sakura yang sedang berbunga. Waaaaaaahhhhh……..beneran jatuh cinta! 😀
Tapi sebenarnya bunga yang bagus di Jepang itu bukan hanya Sakura. Ada banyak yang lain, yang ketika berbunga, maka bunganya akan memenuhi pohon dan menyisihkan daun-daun. Sempat memotret beberapa, tapi sayang nggak sempat tanya satu per satu namanya, hehehe… 😀
2. Kudapan Menarik dengan Beragam Rasa Ajaib
Kalau lihat makanan Jepang itu, hmm…. memang cakep-cakep kemasan, bentuk, dan warnanya. Dijamin bikin lapar mata!
Tapi jujur buat lidah “ndeso” saya, nggak semua makanan yang cantik itu juga menarik rasanya. Banyak yang bikin saya angkat tangan, tak kuasa menghabiskan. Buat para pecinta masakan Jepang, tolong maafkanlah saya…. Beneran ini semata-mata karena lidah saya yang kurang terdidik untuk adaptif… *sembunyiin muka*Â (nyontek kata-kata Damai)
Seperti bento makan siang saya di acara konferensi sebelah kiri ini. Yang bisa saya nikmati hanyalah nasi putih, nasi berbumbu di sebelah kanan bawah, dan telur dadarnya saja. Selebihnya……termakan perlahan dengan berulang kali menarik bernapas panjang 😀
Begitu juga waktu ikut upacara minum teh. Saya sungguh menikmati dan menyimak betul tata caranya, menghormati tradisinya. Tapi tetap tak mampu menghabiskan semangkuk kecil teh hijaunya yang buat saya berasa mirip puyer. Hiks…
Tapi apapun, kebiasaan orang-orang Jepang dalam menyajikan makanan dan minuman memang luar biasa. Perhatian mereka terhadap detil penampilan dan proses pembuatan makanan atau minuman memang patut diacungi jempol.
3. Penduduk Kota yang Tenang
Harusnya tentang ini sudah bisa ditebak, orang Jepang memang nggak banyak omong. Tapi ternyata tenangnya jauh melebihi bayangan. Sampai akhirnya saya dan teman-teman sering “salting” karena berisik, terutama kalau sedang jalan di lorong-lorong menuju perhentian subway, atau selama di dalam subway.  Ya kan kalau di sini orang biasa sambil ngapa-ngapain, sambil jalan, sambil duduk di kereta, mulut juga sibuk mengoceh cerita ini-itu. Di sana tidak sodara-sodara! Kalaupun ada yang ngobrol, itu fenomena langka yang pasti dilakukan dengan suara lirih. Sementara kami?! Whuaaaa……!!! Kalau ngomong nggak kenceng bin stereo rasanya nggak puas! Hahaha…… 😀 Alhasil setiap kali kami lewat selalu banyak dilirik orang. Bukan hanya karena “bentuk” kami berbeda, tapi juga karena suara kami yang cetarrr membahana! Wkwkwk…. Aslinya malu sih, tapi suka lupa ngerem….hihihi…. 😀
Lalu apa yang dilakukan orang-orang di Osaka, misalnya selama berada di kereta/subway? Ya kalau nggak duduk atau berdiri diam dengan kepala agak menunduk, utak-atik gadget, baca buku, atau…. tertidur.
Tapi anehnya, menurut salah seorang peserta konferensi yang berasal dari Tokyo, penduduk Tokyo jauh lebih tenang daripada Osaka. Menurutnya orang-orang Osaka itu lebih ribut dan tidak seefisien Tokyo. Haaaaaa????? Trus gimana menurut mereka kalau datang ke Surabaya yak? *tutup mata*
4. Jalur-Jalur Kereta Bawah Tanah dan Jurus Lacak Jejak Pramuka
Kalau dari pengamatan selama berada di Osaka, sepertinya memang subway/kereta bawah tanah adalah alat transportasi utama penduduk di sana. Mobil tidak terlalu banyak, apalagi motor yang nyaris tidak ada.
Ada sekitar 9 jalur subway di Osaka, masing-masing menghubungkan daerah-daerah yang berbeda. Kalaupun ada yang beririsan dengan jalur lain, maka jangan dibayangkan terjadi persilangan antar kereta seperti yang biasa kita lihat di Indonesia. Di sana tidak. Antar jalur memang memiliki rel sendiri. Jadi di satu stasiun, terdapat tempat perhentian subway dari beberapa jalur, yang terletak pada sisi yang berbeda atau tingkat yang berbeda. Â Jadi jangan dibayangkan lorong subway itu hanya ada 1 tingkat, tapi beberapa tingkat ke bawah tanah. Nggak putus geleng-geleng pokoknya kalau mikir soal ini. Nggak putus ngos-ngosan juga melewatinya karena lorong yang panjang-panjang dan berulang kali naik-turun tangga yang tingginya aduhai.
Kalau merhatikan kokohnya konstruksi bangunan bawah tanah di sana, wuiiiiiiii…….kata Mbak Soimah pasti “jos gandhos kotos-kotos tenan”, hehehe….Â
Karena tidak terjadi persilangan antar subway itu juga, jadwal subway di tiap-tiap jalur relatif tetap. On time, nggak pakai molor.
Cuma ya itu, di awal datang dan hari-hari pertama di Osaka, peta jalur subway dan petunjuk-petunjuk arah di terowongan dan stasiun bawah tanah itu cukup membingungkan buat kami. Apalagi minim petunjuk yang menggunakan Bahasa Inggris. Beberapa kali tersesat, salah masuk stasiun atau salah ambil pintu keluar. Ternyata jurus-jurus membaca peta buta dan melacak jejak di pramuka benar-benar dibutuhkan untuk mengatasinya, hehehe….. 😀
5. Cerita Mesin Tiket
Naaa….mesin pinter di samping ini sempat bikin kami bingung, kalau nggak mau dibilang malu, hihihi…
Ini mesin penjual tiket, temans… Baik tiket subway, bis, semua dibeli di mesin seperti ini. Serius pinter banget itung-itungannya. Baik itungan jumlah uang, sampai itungan jarak tempuh dan harga tiketnya. Mungkin dulu pernah menang olimpiade matematika di sana 😀
Waktu pertama kali mau naik subway dari Kansai Airport, di depan stasiun kan ada petugas. Kami bertanya tentang cara pembelian tiket. Nah, dengan bahasa Jepang plus isyarat, pak petugas stasiun menunjuk berkali-kali ke mesin itu. Ok, maksudnya disuruh beli di sana. Tapi bagaimana caranya? Bapaknya nunjuk tombol bahasa Inggris. Coba kami tekan, tapi habis itu tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Pencet tombol mana lagi? Lalu uangnya dimasukkan dimana? Aduh, katrok tingkat parah pokoknya! Wkwkwkwk…..
Putus asa melihat kami yang tidak segera paham cara kerja si mesin, akhirnya pak petugas stasiun meminta uang salah satu dari kami dan memberikan contoh cara beli tiketnya. Maka sesudahnya, meluncurlah bunyi “Oooooo………” dari mulut kami sambil saling cengar-cengir.
Cerita kecil memalukan lainnya melawan mesin-mesin ajaib di stasiun Osaka terjadi saat ada diantara kami yang salah menekan harga tiket yang dibeli. Jadi setelah mendapatkan tiket, masing-masing orang untuk masuk ke stasiun harus memasukkan tiketnya ke mesin entry. Nah, memang waktu awal memasukkan tiketnya yang berharga lebih murah ke mesin entry, pintu tetap bisa terbuka. Dia tetap bisa masuk ke stasiun. Sempat sombong karena merasa dengan pengeluaran yang lebih sedikit dia tetap bisa naik kereta yang sama dengan yang lain. Tapi kemudian, hohohoho….. kebahagiaannya seketika berubah menjadi ledekan kami. Ketika hendak keluar stasiun, mesin pengecekan tiket membunyikan alarm ketika tiketnya dimasukkan. Semua dari kami sempat bingung, apa yang terjadi? Lalu pak petugas di pintu keluar stasiun menghampiri dan mengarahkannya ke mesin yang lain untuk membayar kekurangan harga tiketnya! Hahahahaha……. garuk-garuk kepala deeeeh….. 😀Â
6. Berbaris dan Antri
Singkat saja, orang Jepang super duper pinter antri! Nggak di stasiun, di mall dan pertokoan, di rental game, di mana-mana nggak ada yang saling serobot giliran orang. Semua tampak sabar menunggu gilirannya datang, biarpun itu sangat lama.
7. Isyarat daripada Bahasa Inggris
Yang ini terus terang agak merepotkan bagi kami yang benar-benar tidak bisa berbahasa Jepang. Mungkin karena nasionalismenya yang tinggi, di sana sulit sekali menemukan orang yang bisa Bahasa Inggris. Bahkan di tempat-tempat wisatanya sekalipun. Tapi  pada dasarnya mereka ramah dan ringan tangan untuk membantu. Mereka mau menjelaskan atau menunjukkan sesuatu, meskipun dengan beragam isyarat atau tetap bicara panjang lebar dengan bahasa Jepang. Dan itu memaksa kami mengangguk-angguk sambil tersenyum meskipun aslinya tidak paham 😀
Well, 6 hari memang tidak cukup untuk bisa benar-benar mengenal Osaka dan Jepang. Tapi 6 hari itu benar-benar berkesan dan menjadi pengalaman luar biasa bagi saya dan teman-teman.. 🙂
Bu Wiwin… Aku mau ke sana jugaaaaaaaa! 😀
Kamu harus Dwi! Berusahalah….. kubantu do’a…… 😀
Wiiii… Serunya di Jepang. Kukira mamski iri sama mesinnya itu soalnya pernah menang olimpiade matematika hehehe… 😀 (bercanda kok)
Hahahahahahahahahahaha………………., sepertinya memang begitu 😀
Tau aja kalau mamski tulalit berhitungnya, hihihi…
Akhirnya ngaku juga… Hehehe :p
Weeeeeeekkkkk…….. ^.^
Wahhh,,,saya senang nich Mbak baca cerita2 di Jepang kayak gini, natural, by pengalaman riil langsung… Nice lah pokoknya dan arigatou sudah mau berbagi ^_^
Salam hangat dan semangat selalu
Hehehehe…..terima kasih juga sudah mau baca…. 😀
Woaaa..mbak, klo aku punya cerita soal “vending mechine” kesayangan..hahaha..dimana2 & kemana2 nyobain segala macam minuman di mesin minuman ajaib itu. kejeblos rasa yang bikin pengen misuh, kejeblos rasa yang ajaib jadi pengen ketawa…pokoknya yang bikin kangen ya si mesin kiyut dg segala warna kaleng2 yang berjajar di dalamnya ^^
Wkwkwk….. sejak meminum teh hijau berasa puyer itu, aku langsung waspada urusan minuman Ri. Jadi segala mesin minuman mending kucuekin. Takut kejeblos, hahahaha….
Ping balik: China, Kali Kedua | Wiwin Hendriani
Ping balik: Catatan dari Korea (1): ICEPAS 2016 | Wiwin Hendriani
Ping balik: Catatan dari Korea (2): Pulau Jeju yang Menawan | Wiwin Hendriani
Ping balik: Catatan dari Korea (3): Menyusuri Seoul, Diantara Sisa-sisa Tenaga | Wiwin Hendriani
Ping balik: Catatan dari Korea (4): Beberapa Saran untuk Persiapan Perjalanan | Wiwin Hendriani
Ping balik: Amazing Turkey (1): Istanbul dan Berbagai Peninggalan Kesultanan Turki Utsmani | Wiwin Hendriani
Ping balik: Amazing Turkey (2): Bursa dan Pengalaman Salju Pertama | Wiwin Hendriani