Membaca buku setebal 446 halaman ini adalah tantangan dari si Bapak untuk bisa diselesaikan Damai sebelum Sabtu besok. Semacam project di penghujung liburan, begitu kira-kira… Nah, kenapa tantangan ini diberikan ke Damai? Pertama, karena memang dia suka membaca (sila buka tulisan Baca dan Ceritakan). Buku-buku Enid Blyton seperti Serial Sapta Siaga (Secret Seven), Malory Towers, St Clare, Si Badung, dan beberapa judul Lima Sekawan sudah lama diselesaikannya. Buku-buku KKPK yang sedang laris di pasaran, sampai serial kocak Lupus Kecil tidak ketinggalan juga dibacanya, selain sejumlah cerita lepas, ensikopedia junior, dan majalah anak tentunya. Alasan kedua, ada banyak pelajaran menarik dari petualangan Pi karya Yann Martel ini yang bagus untuk menambah pengetahuan Damai. Alasan ketiga, dari pengalaman yang sudah-sudah, Damai cukup mampu memahami alur cerita yang kompleks dan tahan membaca cerita panjang meski tak bergambar. Alasan keempat, ya karena keinginan untuk terus mengasah kemampuan membaca anak kami ini ๐
Lalu, ada apa di ujung tantangan itu? Hal kecil yang diminta Damai: Karaoke bersama. Tentang ini sebenarnya terkait dengan waktu liburan Damai yang tidak seseru biasanya, karena emaknya yang sedang kalang-kabut nyelesaikan disertasi. Akhirnya, dia lebih banyak bermain dan bersibuk sendiri di rumah. Sempat ke rumah kakungnya sih, tapi harus segera pulang karena (lagi-lagi) saya harus mengejar pembimbing yang akan berangkat ke Eropa. Dan karena merasa nggak enak dengan Damai yang sudah berbesar hati menerima sebagian besar waktu liburannya kali ini yang agak garing, maka si Bapak menjanjikannya pergi ke suatu tempat yang Damai mau Sabtu besok. Tapi ya itu tadi… janjinya nggak cuma-cuma, alias bersyarat, hehehe… ๐
Jadi begitulah… Damai benar-benar berusaha memenuhi tantangan bapaknya, menyelesaikan membaca buku Life of Pi sampai tertidur-tidur di kursi. Di sela-sela waktu membaca, seperti biasa, untuk memastikan bahwa Damai cukup mengerti isi buku yang dibacanya, suami saya beberapa kali meminta Damai untuk menceritakannya kembali. Tentang hal-hal yang menurut Damai menarik, yang lucu, yang seru, lalu mereka mendiskusikan pelajaran-pelajaran penting yang ada di bab-bab itu.
Dan akhirnya, setelah membaca (putus-nyambung) selama total kurang lebih 5 hari, pagi ini, jam 6 lebih 55 menit, Damai bilang, “Maaam, aku sudah selesai baca Life of Pi-nya! Yeeeeyyyy…! Sabtu kita jadi pergi ya!” ๐
Tulisan Damai sendiri bisa dibaca di: Membaca Buku Life of Pi
ุงูุณูููุงูู ู ุนูููููููู ู ููุฑูุญูู ูุฉู ุงูููู ููุจูุฑูููุงุชู
Senangnya ya punya anak yg gemar membaca, bila tidak keberatan saya ingin bertanya bagaimana menumbuhkan minat membaca anak? Anak saya umur 2thn 7bln sedang senang bermain, saya dan papanya membelikan beberapa buku dan dia senang saat dibacakan tapi saat sering bertemu kakak sepupunya yg senang main dan tidak senang membaca dia juga jadi lebih senang bermain. Bagaimana ya?
Terimakasih untuk waktunya dan semoga disertasinya sukses.
Wa’alaikumsalam Mb Diana..
Dari pengalaman saya, prosesnya memang butuh waktu. Apalagi bagi usia kanak-kanak awal seperti putranya memang rasanya mainan lebih menarik daripada buku. Tapi stimulasi harus tetap diberikan secara konsisten, tanpa harus memaksa. Karena kalau belum-belum anak sudah merasa tidak nyaman karena dipaksa berinteraksi dengan buku, proses belajarnya pun tidak akan bisa maksimal.
Langkah kami dulu sama seperti yang Mb Diana lakukan, membelikan Damai buku-buku bergambar, lalu membacakan ceritanya dan memberinya ruang untuk mengeksplorasi buku itu sendiri (pura-pura membaca meskipun cuma dilihat-lihat gambarnya saja ๐ ). Sesekali kami tanya tentang ceritanya, dan dia menjawab meskipun ngarang, karena memang waktu awal itu kan belum benar-benar bisa membaca. Nggak masalah, yang penting dia mulai tertarik dengan buku.
Waktu dia bosan, ya sudah, tidak saya paksa untuk membaca. Biarkan dia main dulu dengan mainan kesukaannya. Tapi paling tidak, tiap hari, entah cuma beberapa menit, diusahakan agar dia tetap berinteraksi dengan buku.
Di sisi lain, kami juga menunjukkan padanya bahwa kami pun suka membaca. Bahwa membaca itu menyenangkan, dilakukan oleh siapapun terasuk kami. Jadi bukan sekedar menjadi kewajiban untuk Damai saja. Dengan kata lain kami berusaha menjadi model, memberi contoh perilaku untuknya. Nah, karena tiap hari selalu melihat kami “umek” dengan buku, majalah, atau koran, plus dia melihat memang ada banyak buku di rumah, maka aktivitas membaca bukan lagi sesuatu yang asing bagi Damai. Terbiasa melihat membuatnya lebih mudah untuk ikut melakukan.
Poin ketiga selain stimulasi yang konsisten dan pemberian contoh perilaku nyata, adalah soal penguatan. Dengan hal-hal sederhana, kadang kami memberikan reward untuk Damai kalau dia selesai membaca buku tertentu, agar motivasi membacanya terus terjaga. Bukan hal yang muluk, kadang cuma sekedar pujian, atau janji kalau kami punya uang lebih, kapan-kapan akan kami belikan buku lain dengan cerita yang tidak kalah menarik.
Begitu prosesnya kira-kira. Semoga cukup menjawab ya Mb Diana… Matur nuwun do’anya ๐
โขยฐโข:DTรซโฬฒรญโษฬฬคฬฬฅkษฬฬคฬฬฅ$รญh:Dโขยฐโข
Senang sekali sudah dijawab + diberikan tips2nya.
Sekali lagi terimakasih banyak, salam untuk Damai semoga menjadi anak yg pintar seperti ayah-bundanya.
Ping balik: Refleksi Ibu Belajar (3): Mengelola Kekhawatiran, Mengoptimalkan Percakapan | Wiwin Hendriani