Perkembangan Anak Itu… Bukan Sulap, Bukan Sihir

“Mai, selesai main, kamarnya dibereskan ya… Bersih rapi lagi kayak tadi…”

“Ya, Mam…”, sahut Damai sambil bergerak membereskan mainan dan buku-bukunya.

Mendengar jawaban Damai, N, seorang teman yang waktu itu sedang datang ke rumah bersama anak-anaknya pun berkata, “Aduh…coba anakku ini kayak mbak Damai ya…, mau mbereskan mainannya sendiri. Pasti rumah juga jadi enak…”

Pernyataan itu cukup menarik buat saya. Sama menariknya ketika saya mendengar E, seorang teman yang lain berkata pada anaknya, “Kapan ya, kamu mau rajin baca buku kayak DamaiΒ itu…?”, atau keluhan V, “Kenapa anakku ini pendiam sekali? Ada apa-apa nggak mau ngomong. Tahu-tahu sudah kejadian sesuatu…”

Hmmm…..kenapa saya bilang pernyataan itu cukup menarik? πŸ™‚

Teman, berulang kali saya katakan, tidak ada hal pada anak-anak kita yang terjadi tanpa sebab, tanpa proses belajar dari lingkungannya. Tentang N, saya cukup mengenal kebiasaannya, terutama terkait urusan rumah. Ia bukan orang yang telaten untuk menjaga agar rumahnya selalu bersih dan rapi, sehingga nyaman untuk ditinggali. Bahkan jauh sebelum anak-anaknya lahir pun sudah begitu adanya. Lalu E, sejauh yang saya tahu, ia bukan tipe orang yang suka membaca buku. Waktu luang di sela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga lebih banyak dihabiskan untuk menonton tayangan-tayangan hiburan di TV. Demikian juga dengan suaminya. Sementara V adalah salah satu teman yang memilih untuk tidak banyak mengajak anaknya berbicara, mengobrol, atau bercerita tentang berbagai macam hal. Ia baru bereaksi ketika ada kejadian penting (baca: persoalan) yang dilakukan atau menimpa anaknya. Dan reaksi itu, tentu lebih banyak berupa kemarahan, atau ungkapan beremosi negatif lainnya.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk “menggosipkan” sejumlah orangtua yang mungkin masih memiliki catatan dalam memberikan pengasuhan, sehingga anak-anaknya justru memunculkan perilaku yang tidak diinginkan. Terlebih hal serupa bisa saja terjadi pada orangtua manapun, termasuk kita. Sebaliknya, saya hanya ingin berempati dengan anak-anak. Mari kita berpikir, dalam kondisi seperti yang diceritakan di atas, bisakah seorang anak berkembang, menunjukkan perilaku yang berbeda dari sesuatu yang dilihatnya sehari-hari, sementara lingkungan tidak memberikan contoh nyata tentang perilaku yang bisa dengan mudah ditirunya? Padahal kita tahu bahwa modeling merupakan proses belajar yang sangat kuat, terutama di masa-masa awal perkembangan anak. Perintah dan instruksi saja tidak akan cukup untuk membentuk perilaku positif tanpa contoh yang memadai.

Menurut saya, sebelum mengeluhkan tentang kekurangan anak dan segala tingkah polahnya, jauh lebih tepat jika kita sebagai orangtua melihat diri kita masing-masing terlebih dahulu. Sudahkah kita menunjukkan perilaku yang diharapkan muncul dari anak-anak kita? Sudahkah kita memberikan contoh yang dibutuhkan oleh mereka? Sudahkah kita optimal dalam memberikan stimulasi, yang lebih dari sekedar rangkaian instruksi? Sudah cukupkah kesabaran kita untuk tidak mudah menyerah dengan beragam tantangan yang setiap saat kita hadapi? Saya pribadi tidak pernah berhenti mengingatkan diri saya tentang hal ini. Ketika saya mengajarkan pada Damai untuk selalu menggunakan kata tolong saat meminta bantuan orang lain, atau kata terima kasih saat menerima kebaikan orang lain, dan maaf ketika berbuat kesalahan, maka saya pun selalu menggunakannya ketika berhadapan dengan siapa saja, tak terkecuali terhadap Damai. Ketika saya memintanya untuk ijin terlebih dahulu sebelum menggunakan barang milik orang lain, maka saya juga harus demikian terhadap barang-barang miliknya. Jadi “saling”, tidak hanya menuntut. Sebab rasanya tidak pas jika kita mengharapkan sesuatu yang kita sendiri tidak benar-benar mengusahakan dan melakukannya. Seperti mengharap sebuah keajaiban terjadi pada anak-anak kita. Terjadi dengan sendirinya.

Teman, perkembangan anak itu bukan sesuatu yang bersifat magic. Bukan sulap, bukan sihir. Semua tergantung bagaimana kita mengupayakannya. Mengoptimalkan contoh yang kita tunjukkan, komunikasi positif yang kita terapkan sehari-hari, juga dukungan dan kontrol yang kita berikan secara tepat. Yuk, sama-sama belajar untuk itu… πŸ™‚

Iklan

8 thoughts on “Perkembangan Anak Itu… Bukan Sulap, Bukan Sihir

  1. sutuju sekali mb win…memang tidak gambang mendidik dan membentuk perilaku anak menjadia nak yang “super” dan kita haru dan harus banyak belajar untuk itu.

  2. sedelapan bu Wiwin πŸ™‚
    teladan/ contoh memang sepertinya lebih ampuh ditiru oleh anak daripada sejuta omongan/ nasihat dari orangtua (apalagi jika nasihat itu tidak dilakukan sendiri oleh orangtuanya).
    pengen deh suatu hari nanti jadi bunda yang hebat kayak bu Wiwin πŸ™‚

  3. Sesembilan, Mbak Wiwin, Salam Kenal
    kadang saya berfikir seorang anak basuta (bawah satu tahun) tidak terlalu mengerti apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya terutama orangtuanyan, namun sejatinya anak tersebut seorang pengamat yang luar biasa tidak hanya apa yang tampak kasat mata bagi mereka tapi juga kondisi emosi orangtuanya

  4. kalo vio (keponakan saya) kadang menjadi anak yang keras kepala sekali. katanya itu terpengaruh dari tanggal lahirnya yang lebih dominan angka 1 (kata ibu saya, vio yang lahir di tanggal 1 – 11 – 2010, dominan angka satu yang artinya anak ini akan jadi anak keras kepala), tapi saya melihat, kadang karakter itu terbentuk karena faktor lain, bukan karena “mitos angka” tersebut. Walau begitu, vio juga menunjukkan perilaku positif, misalnya suka membaca buku dan tidak terlalu bergantung pada gadget. ia juga menunjukkan emosi positif pada adiknya yang baru lahir. Dan saya beruntung memiliki vio karena saya jadi bisa belajar banyak dari dia terutama mengenai kesabaran. dan saya juga belajar, ternyata menjadi orangtua (walau saya bukan mamanya vio) itu tidak mudah

Beri Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s