Bahwa ia lancar membaca, mungkin itu sudah cukup lama. Tapi minatnya untuk membaca buku benar-benar meningkat akhir-akhir ini. Jauh lebih sering daripada waktu-waktu sebelumnya, sampai pada taraf ketagihan dan enggan untuk berhenti. Pagi bangun tidur baca buku, pulang sekolah baca buku, bangun tidur siang baca buku, sore habis mandi baca buku, sampai malam menjelang tidur pun masih baca buku.
Salah satu buku yang menarik itu adalah serial “Malory Towers”. Buku kesukaan saya juga dulu jaman masih SD. SD, teman! Kelas 3 atau 4, saya lupa persisnya. Tapi saat ini 6 jilid buku itu sudah selesai dilalap oleh Damai dalam waktu yang relatif singkat, untuk ukuran seorang anak yang masih sekolah di TK B.Β Dan sekarang, dia bergeser membaca serial Enid Blyton yang lain.Β Adik ipar saya saja sampai ngotot tidak percaya kalau buku-buku itu memang Damai yang baca. Sementara ibu saya, hanya bisa geleng-geleng kepala setiap kali melihat cucunya sedang kusyuk membaca dengan berbagai macam pose, hehehe… π
Buat kami, orangtuanya, ketertarikannya pada buku ini adalah modal awal yang sangat berharga untuk mengembangkan kemampuan belajarnya kelak. Hanya saja, untuk usianya yang masih baru 6 tahun, kami harus memastikan juga apakah kecepatannya dalam membaca memang sudah disertai dengan pemahaman yang baik tentang isi setiap cerita atau informasi yang dibacanya. Karena itu kami sering membantunya (menstimulasi lebih lanjut) dengan menanyakan dan memintanya menceritakan kembali isi buku itu pada kami. Tapi tentu hal ini bukan sebagai sebuah perintah, karena pasti dia tidak akan nyaman nantinya, dan justru merasa seperti sedang dites. Kami mengemas permintaan kami dalam bentuk ajakan untuk mendiskusikan isi buku itu, selayaknya teman yang saling tertarik untuk membicarakan cerita yang sama-sama kami sukai. Sama seperti saat saya sedang membahas cerita drama korea dengan teman yang juga menyukainya. Halahhh… π
“Dah selesai baca yang bab 3 ya Mai? Ceritain dong, Mama pengen tau”……..;
“Guru Bahasa Perancis yang ada di malory towers itu lucu ya! Siapa itu namanya? Mama lupa! Orangnya gemuk kan?”…….;
“Bapak paling suka sama Alicia yang usil di malory towers. Kalau kamu suka sama siapa Mai? Kenapa?”…….;
“Adiknya Darrel, si Felicity yang baru masuk itu sama baiknya kayakΒ Darrel nggak?”…….;
“Eh, si Ruth sama Connie itu kan kembar ya? Kok yang satu sudah kelas lima tapi satunya lagi masih kelas empat? Itu gimana ceritanya?”………
Kurang lebih semacam itulah “pancingan-pancingan” kami agar Damai mau menceritakan kembali apa yang sudah dibacanya.
Selain memudahkan untuk memantau kemampuan anak dalam memahami bacaan, bersama-sama mendiskusikan kembali isi buku yang dibaca juga akan memperkuat anak untuk semakin suka membaca dan mencintai buku. Mereka akan lebih termotivasi karena melihat orang-orang terdekatnya pun menyukai hal yang sama. Bayangkan kalau hal ini bertahan hingga saat ia besar nanti. Kita tidak akan terlalu repot untuk memintanya belajar dan membaca buku, sekaligus melakukan prevensi agar anak-anak kita tidak termasuk kelompok siswa atau mahasiswa yang seringkali tidak optimal dalam proses dan hasil belajarnya karena malas membaca buku.
Tapi kan membaca buku cerita rasanya akan berbeda dengan membaca buku pengetahuan? Itu betul. Dan di situlah peran orangtua kembali dibutuhkan untuk bisa mengarahkan anak. Pada fase pra-sekolah ini, buku-buku cerita memang relatif lebih mendominasi bacaan anak. Mengapa? Karena anak masih dalam tahap mengembangkan kemampuan membacanya tadi. Untuk menjelaskan konsep-konsep tertentu, buku-buku panduan anak usia dini dan bahkan sampai sekolah dasar pun penerbit akan banyak mengemasnya dalam bentuk cerita.
Lalu bagaimana orangtua harus berperan terkait dengan isi bacaan anak? Kalau saya pribadi, biasanya dengan sebisa mungkin menyeimbangkan jenis bacaan dan topik diskusi yang saya bahas dengan Damai di setiap harinya. Semisal kemarin, saat dari mulai bangun tidur ia sudah sibuk dengan buku cerita serialnya, siang pulang sekolah saya mengajaknya untuk membaca majalah anak yang banyak muatan pengetahuan umumnya. Lalu kami membahasnya, seperti tentang jenis-jenis awan dan karakteristiknya yang dianalogikan seperti makanan tertentu di majalah itu; cerita tentang ikan kakatua yang unik; cara hidup yang berbeda dari orang-orang yang berlainan suku; dan sebagainya.
Dan karena kami menikmati proses itu bersama-sama, tidak jarang Damai bilang, “Aku juga suka Ma, baca buku pengetahuan kayak ini. Sama asiknya dengan Malory Towers. Kapan-kapan kalau Mama punya uang untuk beli buku lagi, aku ganti dibelikan buku pengetahuan aja ya…” π
Wong aku pamitan cuma ditengok sebentar terus lanjut baca……..
Jadi takjub ngobrol sama anak umur 6 tahun mengenai buku yang sama-sama dibaca
Reblogged this on little magic.
Terharuuuuu
Keren sekali damai ini, pasti nurun dari kedua orang tuanya :3
Hehehehe…. π
baiklah…kami akan mulai belajar mempraktikkannya sehabis baca postingan ini..:) alhamdulillah nambah ilmu lagi:)
Alhamdulillah… Selamat mempraktekkan… π
hebat….
Matur nuwun…
Wah, meNarik sekali mbak. Ngomong2 bagaimana dulu Damai belajar membacanya mbak?
Kurang lebih sama dengan anak-anak yang lain, mas Dosko. Mulai dari mengenal huruf, mengeja suku kata, dst. Hanya saja prosesnya menjadi lebih mudah karena dari awal ia sudah terbiasa melihat banyak buku di rumah. Buku bukan merupakan benda asing buatnya. Ia melihat saya dan bapaknya selalu “umek” dengan buku, majalah atau koran setiap hari. Nah, setidaknya ada 2 keuntungan dalam hal ini: memperkuat motivasi belajar membacanya, dan/atau memperkuat modellingnya π
wow luar biasa Bu *jadi inget sepupu saya yang seumuran Damai tapi belum lancar bacanya π¦
Pengaruh ortu memang besar banget ya Bu, seperti motivas & modelling itu tadi…
btw, pose Damai waktu baca gak sering tiduran kan Bu? hehe
Naaaa…….itu!
Urusan “pose” itulah yang belum berhasil dikendalikan Pur, hehehe…… π
wah damai hebat ya, kl ameera maunya umek aja, ada buku di rmh cmn disusun dibuat mainan rmh2an…hehehehe, mg2 ameera ntar bisa kyk damai ya mb win
Waaah…..Ameera mirip sama mamanya duluuu….!
Dear Ameera, dulu mama waktu kecil suka main rumah-rumahan di bawah meja sama tante. Mungkin waktu lebih kecilnya lagi, mama arin juga main rumah-rumahan pakai buku kayak Ameera. Dan sekarang setelah besar, Mama Arin jadi dokter yang hebat lho! hihihihi…… π
Ping balik: Damai dan “Life of Pi” | Wiwin Hendriani
Ping balik: Gemar Membaca pada Anak Usia Dini - Blog Takita
Ping balik: Kegiatan anak – anak sedang membaca buku | Sekolah Dasar Lokal Standar Internasional