Di acara halal bihalal sekolah Damai tadi pagi, seorang Ibu bertanya, “Putranya kelas berapa Bu?”
“TK B”, jawab saya.
“Siapa namanya?” tanyanya lagi.
“Damai…”
“Ooo… ini to mamanya mbak Damai?”.
“Hehehe… iya. Kenapa Bu?” tanya saya penasaran.
“Ini lho, anak saya, Dafa, suka cerita. Katanya, Ma aku punya teman baru di TK B. Namanya Damai. Anaknya pinter, kalo mbaca wes-ewes-ewes cepetnya. Kalo ngaji, aku masih mau Iqro’ 4, dia sudah selesai Iqro’ 5″
Ibu yang lain menyahut, “Dileskan dimana bu? Saya pernah manggil guru prifat, tapi sebentar aja anak saya sudah enggak mau”
“Saya ajari sendiri kok Bu…”
“Ooo… Kalau ngajinya les dimana?” tanyanya lagi.
“Ya les di saya juga, hehehe…” jawab saya sambil meringis 😀
“Masih sempat Bu? Kan Ibu sibuk juga di kampus…” Ibu yang nanya ini kebetulan teman saya arisan PKK. Jadi dia tahu pekerjaan saya.
“Ya sempatlah. Orang saya di kampusnya juga nggak 24 jam 🙂 Diatur-atur aja waktunya. Kalau saya pas berangkat siang, belajar sama sayanya pagi sebelum dia siap-siap ke sekolah. Sebentar aja nggak apa-apa. Paling cuma setengah jam. Kalau saya harus berangkat pagi, ya belajar barengnya bisa sore sampai malam. Untuk ngajinya, dulu rutin sebelum tidur, sekarang ganti tiap habis sholat subuh”.
“Damai rutin sholat juga di rumah?”
“Alhamdulillah sudah lima waktu tiap hari…”
“Ooooo… ” gumamnya kemudian sambil manggut-manggut.
Setelah acara halal-bihalal selesai, begitu sampai di rumah, Damai yang rupanya menyimak pembicaraan saya dengan ibu teman-temannya tiba-tiba berkata, “Ma, aku punya ide bagus!”
“Apa ide bagusnya?”
“Gimana kalau Mama buka les-lesan baca tulis sama ngaji aja. Kan Mama pinter…”
Waduh! Nggak wes Mai, tengkyu. Cukup ngelesi kamu aja… 😀
anak memang mencerminkan ortunya yah bu.
dr cerita ini tampak bahwa ortunya Damai berhasil mendidik anaknya ^^
Hmm… masih belum apa-apa ini Wi.
Akan lebih banyak lagi tantangan di tahun-tahun berikutnya 🙂